Remaja dan Permasalahannya
Pengantar
Masa remaja seringkali
dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi
pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Sejalan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada
tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana
diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu
memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas
tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan,
kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi
tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas
perkembangan pada fase berikutnya.
Hurlock (1973) memberi
batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18
tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan
tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga
22 tahun.
Perubahan sosial seperti
adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang
ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan
para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang)
setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan
dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri
remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia
remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b.
Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c.
Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut,
tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan
teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai peran
sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua
dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam
Hurlock, 1973).
Tidak semua remaja dapat memenuhi
tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa
masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.
Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang
berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik,
penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.
Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat
status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian,
kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak
yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam
Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala
sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu
banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk
hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya
timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas perkembangan
pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres
dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami
gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.
Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka
mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas memberikan
gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja,
ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat
digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan pada remaja merupakan
proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat
kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat
antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
1.
Perkembangan fisik remaja
Menurut
Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya
perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan
proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang
paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada
sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi
organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya
perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari
karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik
seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik
seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis
kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi
pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul,
sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama),
pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian
tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut
Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti
perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami
pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12
tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia
sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun
(Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan
ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari
lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada
masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan
fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan
Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks
dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama
masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang
sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai
bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara
fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal
masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem
reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya,
artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak
berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut
PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 –
30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum
wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim
belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin.
Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa.
Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu
muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk
datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
2.
Perkembangan Psikis Remaja
Ketika
memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang
merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian
anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah,
teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan
dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali
berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling
berbenturan nilai.
Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah
dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan
sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan
berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang
dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a.
Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation,
divorce)
b.
Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c.
Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak)
yang tidak baik (buruk)
d.
Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak,
dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi
keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang
merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a.
Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b.
Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c.
Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua
atau oleh kakek/nenek
d.
Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap
anak
e.
Sikap orangtua
yang kasar dan keras kepada anak
f.
Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari
orangtua terhadap anak
g.
Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri
lain
h.
Sikap atau
kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i.
Kurang stimuli kongnitif atau sosial
j.
Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah
sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah
disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana
diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam
keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).
Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik
dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat
memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi
sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.
Sarana dan
prasarana sekolah yang tidak memadai
b.
Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.
Kualitas dan
kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d.
Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e.
Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan
agama/budi pekerti yang kurang
f.
Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
Kutub Masyarakat (Kondisi
Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan
sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat
dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua,
faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor
tersebut, antara lain:
a.
Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1)
Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut
malambahkan sampai dini hari
2)
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)
Pengangguran
4)
Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)
Wanita tuna susila (wts)
6)
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
7)
Perumahan kumuh dan padat
8)
Pencemaran lingkungan
9)
Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan
sosial
b.
Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1)
Penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)
Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3)
Kebut-kebutan
4)
Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan,
perampokan
5)
Perkosaan
6)
Pembunuhan
7)
Tindak kekerasan lainnya
8)
Pengrusakan
9)
Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dan
ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan
remaja.
Remaja dan Permasalahannya
Sofia Retnowati
Fakultas psikologi UGM
Pengantar
Masa remaja seringkali
dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang
membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat
dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan
Sejalan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada
tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana
diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu
memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila individu mampu
menyelesaikan tugas perkembangan dengan
baik, maka akan tercapai kepuasan, dan kebahagian juga akan menentukan
keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
Beberapa perubahan yang dialami remaja adalah perubahan fisik, psikis, dan
sosial
Perkembangan fisik remaja
Masa remaja diawali dengan masa pubertas,
yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik
seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan
organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini
merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak
beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi
dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta
mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan
perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik
seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan
organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup
perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja
putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut
pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami
pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis,
tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan
sebagainya.
Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan
tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja
putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan
mengalami menarche rata-rata
pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh
pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13
tahun.
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang
mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi
dorongan seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan
seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan
keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini
akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa
remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem
reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti
mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia. Sebagai akibat
proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan
fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun
demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan
aman secara fisik.
Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak
telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan
selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman
sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai
faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.
Perkembangan Sosial remaja
Perubahan sosial seperti adanya
kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang
ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan
kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan
kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun
juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan
identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Batasan remaja menurut usia
kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia
remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia
remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
d.
Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
e.
Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
f.
Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia
tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan
teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai peran
sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua
dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang
disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan
baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan,
kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko
dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Masalah-masalah remaja
Tidak semua remaja dapat memenuhi
tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa
masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
- Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
- Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam
Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan
bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang
sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan
remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat
mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan
emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann,
1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan
remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala
sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu
banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk
hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya
timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan
gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini.
Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja,
ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat
digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan pada remaja
merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai
tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada
remaja.
Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah
dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan
sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan
berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang
dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
e.
Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation,
divorce)
f.
Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
g.
Hubungan interpersonal antar anggota keluarga
(ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
h.
Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak,
dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi
keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang
merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
k.
Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
l.
Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
m.
Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua
atau oleh kakek/nenek
n.
Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap
anak
o.
Sikap orangtua
yang kasar dan keras kepada anak
p.
Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari
orangtua terhadap anak
q.
Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri
lain
r.
Sikap atau
kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
s.
Kurang stimuli kongnitif atau sosial
t.
Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah
sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah
disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana
diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam
keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).
Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik
dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat
memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi
sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
g.
Sarana dan
prasarana sekolah yang tidak memadai
h.
Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
i.
Kualitas dan
kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
j.
Kesejahteraan guru yang tidak memadai
k.
Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan
agama/budi pekerti yang kurang
l.
Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
Kutub
Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan
sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi
anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat
dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua,
faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor
tersebut, antara lain:
c.
Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
11) Tempat-tempat
hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
12)
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
13) Pengangguran
14) Anak-anak
putus sekolah/anak jalanan
15) Wanita tuna
susila (wts)
16)
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
17) Perumahan
kumuh dan padat
18) Pencemaran
lingkungan
19) Tindak
kekerasan dan kriminalitas
20) Kesenjangan
sosial
d.
Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
10)
Penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
11) Perkelahian
perorangan atau berkelompok/massal
12) Kebut-kebutan
13) Pencurian,
perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
14) Perkosaan
15) Pembunuhan
16) Tindak
kekerasan lainnya
17) Pengrusakan
18) Coret-coret
dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dan
ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan
remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar