Jumat, 29 Juni 2012

Perjanjian Ekstradisi


PENGECUALIAN BERLAKUNYA HUKUM PIDANA DI INDONESIA DAN PERJANJIAN EKSTRADISI

Dalam Kitab Undan-undang Hukum Pidana (KUHP) Oleh : Prop. Moeljatno,SH. di jelaskan tentang aturan umum yang pada Bab.1 Tentang Batas Batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam PerUndandang-Undangan yang di dalamnya meliputi berbagai aturan yang mengatur hidup dan kehidupan manusia secarAa umum dengan pemaparan beberapa pasal-pasal yang mengaturnya, seperti di bawah ini;


Pasal 1.
(1) Tiada sesuatu perbuatan dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan pidanadalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan di lakukan.

(2) Jika sesudah perbuatan sudah di lakukan ada perbuatan dalam perundang-undangan, di pakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

Pasal 2.
Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia.

Pasal 3.
Aturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap ornga yang berada di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam kapal Indonesia.
:Bunyi pasal 3 ini telah di ubah dengan UU no.4 th 1976 menjadi, sebagai berikut:
Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melekukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Pasal 4.
Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia melakukan:

Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut pasal-pasal: 104,106,107,108,110,111 bis ke-1, 127 dan 131;

Ke-3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu,dan tanda yang di keluarkan sebagai pengganti surat tersebut; atau menggunakan surat-surat tersebut di atas yang palsu atau di palsukan, seolah-olah tulen dan tidak palsu;

Ke-4. salah satu kejahatan tersebut pasal-pasal 438,444-446 mengenai pembajakan laut dan tersebut pasal 447 mengenai penyerahan kapal dalam kekuasaan bajak laut.

:Pasal 4 angka 4 telah di ubah dengan UU no.4 th 1976 sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ke-2. Salah satu kejahatan mengenai mata uangatau uang kertas yang di keluarkan atau negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang di keluarkan dan merek yang di keluarkan oleh pemerintah Indonesia;

Ke-4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan pasal 446, tentang pembajakan lautdan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l,m,n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Pasal 5.
(1) Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:

Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab 1 dan 2 Buku ke 2 dan pasal-pasal: 160,161,240,279,450, dan 451;

Ke-2. Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan indonesia di pandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan di lakukan, di ancam dengan pidana.

(2) Penuntutan perkara sebagai di maksud dalam ke-2 dapat di lakukan juga jika terdakwa menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.

Pasal 6.
Berlakunya pasal 5 ayat(1) ke-2 di batasi sedemikian rupa sehingga tidak di jatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan di lakukan, terhadapnya tidak di ancam dengan pidana mati.

Pasal 7.
Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu perbuatan pidana tersebut Bab XXIX Buku ke dua, dan Bab IX buku ke 3; begitupun pula yang tersebut dalam mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam "Schepen Ordonnantie 1927".

Pasal 9.
Berlakunya pasal 2-5 7 dan 8 di batasi oleh pengecualian yang di akui oleh hukum internasional. 

Nah itu lah Batas batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam PerUndandang-Undangan - Hukum PIdana - Aturan Umum KUHPidana - Isi KUHPidana Buku kesatu Bab 1 mengenai aturan umum - Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. ikuti juga Untuk Bab selanjutnya dengan Bab ke 2 dari buku kesatu KUHPidana oleh: Prof. Moeljatno, S.H. yang akan sajikan dalam postingan selanjutnya, dan hanya disini, di jadilah.com

Sumber: KUHPidana oleh: Moeljatno, S.H.

Ø  Pembatasan (pengecualian) Menurut Hukum Internasional
1.    Pengaruh hukum Internasional
Pasal 9 KUHP:
“berlakunya pasal 2 sampai dengan 5, 7 dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum Internasional”
Hak exterritorialitas merupakan suatu fiksi  seakan-akan dimanapun mereka berada/bertugas selalu dianggap sebagai berada di negeri nya sendiri
2.    Orang-orang yang mempunyai hak-hak exterritorialitas (kekebalan hukum)
·         kepala negara asing ; kecuali berkunjung tanpa undangan  tidak dapat mendapat kekebalan hukum begitu juga dengan keluarga, dan pengawal
·         duta asing
·         konsul asing
·         anggota kesatuang angkatan perang asing yang bertugas/berkunjung ke suatu negara atas persetujuan pemerintah negara yang dikunjungi
3.    Hak exterritorialitas dikaitkan dengan tempat
·         kedutaan asing meliputi ; gedung, pekarangan tertutup dan segala benda yang ada diatasnya
·          benda-benda bergerak yang dikuasai oleh oknum-oknum yang mempunyai hak exterritorialitas ; dokumen, arsip-arsip, pengangkutan  dan lain sebagainya
·         kapal-kapal perang asing dan kapal-kapalasing yang digunakan dalam rangka tugas kenegaraan


Ø  Pengecualian-pengecualian Berlakunya Ketentuan Pidana Berdasarkan Hukum Nasional
Dalam hukum nasional terdapat juga pengecualian-pengecualian ; tidak dapat dituntutnya seorang anggota DPR/MPR karena hal-hal yang dikatakannya dalam sidang DPR/MPR dalam kedudukannya sebagai wakil rakyat

Ø  Perjanjian Ekstradisi
1.    Pengertian ekstradisi
Kata Ekstradisi berasal dari bahasa latin "extradere" (kata kerja) yang terdiri dari kata "ex" artinya keluar dan "Tradere" artinya memberikan (menyerahkan, kata bendanya "Extradio" yang artinya penyerahan. Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.
Menurut Undang-undang RI No. 1 Tahun 1979, Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejehatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan didalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya.
Pada umumnya, ekstradisi adalah sebagai akibat dari hak asylum yaitu tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun pada saat ini ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan.

2.    Prosedur dan implementasi ekstradisi
Pada umumnya setiap negara merasakan perlunya kerjasama antara negara dalam upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan. Untuk tujuan tersebut masing-masing negara membuat Undang-undang Ekstradisi dan membuat Perjanjian Ekstradisi dengan negara lain. Indonesia mempunyai Undang-undang Ekstradisi No. 1 Tahun 1979 dan mempunyai Perjanjian Ekstradisi dengan Malaysia, Thailand, Philipina, Australia, Hongkong (sudah diratifikasi) serta Korea Selatan dan Singapura (belum diratifikasi).
Melihat proses ekstradisi mulai dari awal sampai dengan dilakukannya penyerahan pelaku kejahatan dari Negara Diminta kepada Negara Peminta, ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilalui yaitu:
  • Tahap I: Pra Ekstradisi
  • Tahap II: Proses Ekstradisi
  • Tahap III: Pelaksanaan Ekstradisi
3.    Pelaksanaan ekstradisi
Untuk untuk pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri, selama ini dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan melalui kerjasama Interpol. Apabila buronan tersebut tertangkap di negara lain maka untuk pengembaliannya ke Indonesia harus ditempuh melalui proses ekstradisi. Pengertian ekstradisi menurut UU RI No.1 Tahun 1979 pasal 1 adalah
penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena telah melakukan suatu kejahatan diluar wilayah negara yang menyerahkaqn dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyertaan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.”
Penyerahan atau ekstradisi pelaku kejahatan dari negara diminta kepada negara peminta sering mengalami kendala atau tidak dapat dilakukan karena alasan belum ada perjanjian ekstradisi. Banyak negara, terutama negara-negara Eropah, sesuai dengan undang-undang nasional negara mereka, ekstradisi hanya dapat dilakukan jika negara peminta dan negara mereka telah mempunyai perjanjian ekstradisi.

Pariwisata dan Pergeseran Seni Budaya


Pariwisata dan Pergeseran Sosial Budaya

Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata. Demikian juga halnya yang berlangsung di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir, aktivitas sektor pariwisata telah didorong dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah dengan harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi primadona dalam penerimaan devisa negara.  Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan untuk turut membantu menaikkan cadangan devisa dan secara pragmatis juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan ke arah kestabilan khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Prospek industri pariwisata Indonesia diprediksikan WTO akan semakin cemerlang, dengan perkiraan pada tahun 2010 akan mengalami pertumbuhan hingga 4,2% per tahun. Selain itu sektor industri pariwisata nasional memberikan kontribusi nasional bagi program pembangunan. Sebagai contoh, pada tahun 1999 sektor pariwisata menghasilkan devisa langsung sebesar US$ 4,7 juta, serta menyumbang 9,61% pada PDB dan menyerap 8% angkatan kerja nasional (6,6 juta orang) pada tahun yang sama. Selain faktor-faktor di atas, industri pariwisata juga memiliki karakter unik, bahwa sektor pariwisata memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap distribusi pendapatan penduduk di kawasan sekitar pariwisata, elastis terhadap krisis nasional yang terjadi dalam arti tidak terlalu terpengaruh oleh krisi keuangan dalam negeri, ramah lingkungan serta kenyataan bahwa industri pariwisata merupakan industri yang nir konflik.

Interaksi dan Perubahan Sosial
Pariwisata secara sosiolosis terdiri atas tiga interaksi yaitu interaksi bisnis, interaksi politik dan interaksi kultural (B. Sunaryo, 2000).  Interaksi bisnis adalah interaksi di mana kegiatan ekonomi yang menjadi basis materialnya dan ukuran-ukuran yang digunakannya adalah ukuran-ukuran yang bersifat ekonomi.  Interaksi politik adalah interaksi di mana hubungan budaya dapat membuat ketergantungan dari satu budaya terhadap budaya lain atau dengan kata lain dapat menimbulkan ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang dipicu oleh kegiatan persentuhan aktivitas pariwisata dengan aktivitas eksistensial sebuah negara.  Sedangkan interaksi kultural adalah suatu bentuk hubungan di mana basis sosial budaya yang menjadi modalnya. Dalam dimensi interaksi kultural dimungkinkan adanya pertemuan antara dua atau lebih warga dari pendukung unsur kebudayaan yang berbeda.  Pertemuan ini mengakibatkan saling sentuh, saling pengaruh dan saling memperkuat sehingga bisa terbentuk suatu kebudayaan baru, tanpa mengabaikan keberadaan interaksi bisnis dan interaksi politik.
Berangkat dari pemahaman bahwa model yang digunakan untuk pengembangan kawasan wisata adalah model terbuka maka berarti tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kontak antara aktivitas kepariwisataan dengan aktivitas masyarakat sekitar kawasan wisata.  Kontak-kontak ini tidak bisa dibatasi oleh kekuatan apapun apalagi ditunjang dengan adanya sarana pendukung yang memungkinkan mobilitas masyarakat.  Kontak yang paling mungkin terjadi adalah kontak antara masyarakat sekitar dengan pengunjung atau wisatawan.  Masyarakat sekitar berperan sebagai penyedia jasa kebutuhan wisatawan. 
Kontak ini apabila terjadi secara massif akan mengakibatkan keterpengaruhan pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat setempat. Menurut Soekandar Wiraatmaja (1972) yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial atau mengenai susunan masyarakat.  Sedangkan perubahan budaya lebih luas dan mencakup segala segi kebudayaan, seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi, dsb.  Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya akan terjadi difusi (percampuran budaya). Kita lihat misalnya bagaimana terjadinya pergeseran kultur kehidupan masyarakat sekitar kawasan Candi Borobudur yang semula berbasis dengan aktivitas kehidupan agraris (bertani) bergeser menjadi masyarakat pedagang dan penjual jasa.
Dengan demikian pariwisata ditinjau dari  dimensi kultural dapat menumbuhkan suatu interaksi antara masyarakat tradisional agraris dengan masyrakat modern industrial. Melalui proses interaksi itu maka memungkinkan adanya suatu pola saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur kehidupan atau pola budaya masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi tuan rumah.  Dari dimensi struktural budaya, aktivitas industri pariwisata  memungkinkan  terjadinya suatu perubahan pola budaya masyarakat yang diakibatkan oleh penerimaan masyarakat akan pola-pola kebudayaan luar yang dibawa oleh para pelancong. Pola-pola kebudayaan luar ini terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta pola konsumsi yang diadopsi dari wisatawan yang datang berkunjung. 


Apabila tingkat massifitas kedatangan turis ini cukup tinggi maka ada kemungkinan terjadi “perkawinan” antara dua unsur kebudayaan yang berbeda. Dari pertemuan atau komunikasi antar pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut, akan muncul peniru-peniru perilaku tertentu atau muncul pola perilaku tertentu.  Meniru tindakan orang lain adalah kewajaran dari seorang manusia.  Tindakan ini bisa lahir karena tujuan-tujuan tertentu, dan bisa jadi karena terdorong oleh aspek kesadaran ataupun karena dorongan-dorongan yang sifatnya emosional. Artinya, seseorang individu  bisa saja meniru perilaku orang lain hanya karena dia melihat bahwa perilaku yang ditampilkan oleh orang lain tersebut nampak indah atau nampak lebih modern.  Tindakan meniru atau yang biasa disebut dengan tindakan imitasi bisa terjadi jika ada yang ditiru. Di sini faktor emosional dominan bermain karena seseorang tidak akan memikirkan apakah perilaku yang ditiru tersebut sesuai atau tidak dengan keadaaan dirinya. Dengan kata lain, orang tersebut tidak sempat lagi untuk memikirkan kenampakan-kenampakan yang paling mungkin untuk muncul ke permukaan, yang penting bagi dia adalah “aku ingin seperti turis itu karena aku menganggap turis itu keren”.


Kontak selanjutnya antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah adalah komunikasi verbal. Kontak antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan membutuhkan suatu perantara atau media atau alat yang mampu menjalin pengertian antara kedua belah pihak, perantara atau media tersebut adalah bahasa, bahasa menjadi faktor determinan. Akhirnya masyarakat kembali terdorong untuk bisa berbahasa asing. Dorongan itu muncul bukan semata-mata karena motif ingin berhubungan misalnya korespondensi atau yang lain, melainkan lebih disebabkan karena faktor ekonomi, untuk dapat komunikatif dalam memasarkan dagangannya (baik produk souvenir, jasa menjadi guide, dll). Ini berarti telah terjadi pola perubahan budaya masyarakat menuju ke arah yang positif yaitu memperkaya kemampuan masyarakat khususnya dalam bidang bahasa.


Demikian pula kemunculan hotel, cafe, maupun toko-toko cinderamata di sekitar kawasan wisata adalah variabel yang turut membantu menjelaskan apa yang menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan wisata.  Dengan adanya berbagai sarana penunjang pariwisata itu masyarakat menjadi paham akan adanya pola / sistem penginapan yang bersifat komersial,  dengan adanya cafe dan toko, logika pasar tradisional akan sedikit tergeser dari pola penjualan dengan model tawar-menawar menjadi model harga pas.

Ketahanan Sosial Budaya
Dengan demikian sedikit banyak telah terjadi pergeseran budaya dan tatanan sosial di masyarakat sekitar kawasan wisata.  Artinya budaya-budaya lama itu mengalami proses adaptasi yang diakibatkan oleh adanya interaksi dengan para pelancong tersebut.  Hal itu dimungkinkan juga karena sifat dari budaya itu sendiri yang dinamis terhadap perubahan yang terjadi.


Pariwisata dengan segala aktivitasnya memang telah mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi perubahan masyarakat baik secara ekonomi, sosial maupun budaya.  Hal itu menuntut adanya perhatian yang lebih dari para pengambil kebijakan sektor pariwisata untuk mempertimbangkan kembali pola  pengembangan kawasan wisata agar masyarakat sekitar lebih dapat merasakan manfaatnya.  Dengan kata lain bagaimana membuat suatu kawasan wisata yang mampu membuka peluang pelibatan aktif masyarakat sebagai subyek dalam kegiatan industri pariwisata bukan hanya sekedar sebagai obyek.  Sekaligus menjadi catatan, bahwa faktor kemanusiaan dan entitas budaya lokal tidak boleh diabaikan, artinya kehidupan masyarakat tidak boleh tercerabut dari akar budayanya hanya karena adanya penekanan segi komersial dari tourism. Pun juga, jangan sampai penekanan pada aspek ekonomi mengabaikan dimensi lain seperti dimensi ketahanan sosial budaya, karena perkembangan mutakhir dari dunia kepariwisataan adalah beralihnya minat wisatawan dari massive tourism ke  etnic tourism, wisata-wisata unik yang sangat peduli pada karakter asli masyarakat setempat.
 

Perbandingan UUD



1.      Jelaskan pendapat anda tentang perbedaan konstitusi dan UUD berdasarkan pemahaman para ahli dan pendapat anda !
Jawab :
pengertian konstitusi
Menurut saya konstitusi memilki pengertian yang lebih luas dan kompleks. Karena konstitusi sendiri meliputi peraturan yang tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis yang berkembang dan telah menajadi kebiasaan di masyarakat.
Sedangkan Undang – Undang merupakan bentuk peraturan yang telah tertuang dalam lembaran Negara yang telah di sahkan dan memiliki kekuatan hukum. Sehingga bisa kita ambil kesimpulan Undang – Undang merupakan bagian dari Konstitusi.
Konstitusi atau Undang Undang Dasar sebuah negara diartikan sebagai suatu bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

KC Wheare, mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu Negara. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hokum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hokum (non legal). Berdasarkan pengertian ini, konstitusi merupakan bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

C.F. Strong mengatakan bahwa konstitusi memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hokum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam bentuk Negara.

James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (Negara) yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan kata lain, hokum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanent dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan. Konstitusi dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Konstitusi bisa berupa sebuah catatn tertulis; konstitusi dapat diketemukan dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan zaman atau konstitusi dapat juga berwujud sekumpulan hokum terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai hokum konstitusi.
2.      Jelaskanlah pemahaman anda mengenai 3 landasan pembuatan UUD dan peraturan perundang – undangan lainnya
jawab :
Landasan Filosofis
Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofis Pancasila yakni:
a.Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila pertama Pancasila
b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan terangkum dalam sila kedua Pancasila.
c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh terangkum dalam sila ketiga Pancasila
d.Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat terangkum dalam sila keempat Pancasila
e. Nilai-nilai keadilan baik individu maupun sosial terangkum dalam sila kelima Pancasila

2. Landasan Sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.

3. Landasan Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan perundang-undangan memuat keharusan:
a. Adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan
b. Adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan
c. Mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu
d. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

   3. Analisis bagaimana ketiga landasan tersebut pada UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD 1945 amandemen?

Undang-Undang Dasar 1945
Berdasarkan landasan yuridis, UUD 1945 rancangannya telah disetujui pada tanggal 16 Juli 1945 oleh BPUPK dan formalnya berlaku sejak disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai tanggal 14 Desember 1945.
Jika dilihat UUD 1945 adalah konstitusi tertulis yaitu  pada naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.

-    Konstitusi RIS (27  desember 1949-17 agustus 1950)
Berdasarkan landasan yuridis, konstitusi RIS rancangannya disusun oleh wakil-wakil republik Indonesia dan BFO (pertemuan untuk musyawarah federal). Konstitusi RIS ini terbentuk atas usulan dari PBB, dengan mempertemukan wakil-wakil dari Indonesia dengan Belanda , maka terbentuklah suatu persetujuan dan persetujuan tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen pada tanggal 27 Desember 1949, maka terbentuklah konstitusi RIS.
Lembaga Negara yang berwenang menetapkan undang – undang federal adalah ; a) Pemerintah, bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, sepanjang mengenai peraturan – peraturan yang khusus mengenai satu daerah bagian, beberapa daerah bagian, atau semua daerah bagian atau bagian – bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah – daerah yang diatur dalam pasal 2 Konstitusi RIS ( meliputi seluruh daerah Indonesia ), b) Pemerintah bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan yang bukan merupakan pengaturan hal – hal yang disebut dalam point (a) atau selebihnya dari yang telah disebutkan.
Landasan sosiologis, Perubahan peta perpolitikan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda telah membawa dampak yang besar rongrongan Belanda dalam RI masih cukup kuat dengan mencoba mendirikan Negara Sumatera Timur, NIT, Negara Pasundan dll, sejalan dengan usaha untuk meruntuhkan RI terjadilah Agresi I tahun 1947 dan Agresi II 1948 dimana akibat dari itu PBB mengadakan KMB di Den Haag.
Dengan disetujuinya hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2 November 1949 di Den Haag, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagaimana dikemukakan oleh Riclef (1991:350) Dari konferensi tersebut disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatannya kepada RIS, antara Belanda dan RIS akan membentuk suatu uni longgar dengan ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. RIS ini terdiri dari 16 negara bagian yang masing-masing negara bagian tersebut memiliki luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Negara-negara bagian terpenting dari Republik Indonesia Serikat itu ialah Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan dan Negara Indonesia Timur. (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984: 205). Untuk itu perlu pula di bentuk alat-alat kelengkapan negara yang salah satu faktor pentingnya ialah UUD maka dibuatlah Konstitusi RIS.
Landasan Filosofis yaitu adanya perubahan system perudangan atau konstitusi yang digunakan untuk menyesuaikan keadaan Negara Indonesia yang sedang mengalami tekanan dari Negara penjajah yang ingin merabut kembali Negara Indonesia .

-    UUDS (17 agustus 1950-5 juli 1959)
Berdasarkan landasan yuridis, UUDS 1950 ini dirancang oleh panitia gabungan antara Republik Indonesia Serikat dengan Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama – sama dengan Komite Nasional Indonesia Pusat, dinamakan Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar yang mempunyai hak mengadakan perubahan – perubahan dalam Undang – Undang Dasar baru. Namun, meskipun Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar merupakan suatu Badan, akan tetapi Badan ini hanya bertindak apabila perlu diadakan perubahan dalam Undang – Undang Dasar Sementara dan dalam sistem Undang – Undang Dasar Sementara, perlu tidaknya perubahan ditentukan oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, maka Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar tidak mendapat tempat tersendiri dalam UUD Sementara melainkan ketentuan – ketentuan tentang Majelis ini dimasukkan dalam bagian tentang perubahan Undang – Undang Dasar Sementara ( penjelasan UU No.7/1950). Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama – sama dengan Komite Nasional Indonesia Pusat, dinamakan Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar yang mempunyai hak mengadakan perubahan – perubahan dalam Undang – Undang Dasar baru. Namun, meskipun Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar merupakan suatu Badan, akan tetapi Badan ini hanya bertindak apabila perlu diadakan perubahan dalam Undang – Undang Dasar Sementara dan dalam sistem Undang – Undang Dasar Sementara, perlu tidaknya perubahan ditentukan oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, maka Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar tidak mendapat tempat tersendiri dalam UUD Sementara melainkan ketentuan – ketentuan tentang Majelis ini dimasukkan dalam bagian tentang perubahan Undang – Undang Dasar Sementara ( penjelasan UU No.7/1950).
Landasan sosiologis, Desakan yang kuat dari rakyat maka pada tanggal 8 April 1950 dieselenggarakanlah konfrensi segitiga antara Republik Indonesia Serikat, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur, dimana kedua negara bagian tersebut memberikan mandat kepada Hatta sebagai Perdana Menteri RIS pada tanggal 12 Mei 1950 untuk membentuk negara kesatuan, setelah terbentuk negara kesatuan tersebut pada tanggal 19 Mei 1950 kemudian dirancanglah undang-undang dasar negara kesatuan oleh panitia gabungan dari Republik Indonesia Serikat dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 7 tahun 1950 ditetapkan perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS 1950 berdasarkan pasal 127 a, pasal 190 dan pasal 191 ayat 2 konstitusi RIS (A. B. lapian, et al. 1996:265), yang akan menjadi pembahasan disini ialah dimanakah letak persamaan dan perbedaan dari UUD 1945, Konstitusi RIS dengan UUDS 1950.
Landasan Filosofis yaitu  perubahan yang dilakukan pemerintah pada bentuk negara dan system pemerintahan ini sebenarnya bukan kehendak seluruh bangsa Indonesia tetapi karena keadaan yang memaksa ,ialah sejak Gubernur Dr,Van Mook dikirim ke Indonesia yang ditugaskan untuk memporak-porandakan keutuhan persatuan dan kesatuan republik Indonesia yang baru merdeka .Politik device et empera memang memilkinya .Ia yang mengusulakn untuk disetujuih pembentukan Negara dalam Negara.

-    UUD 1945 amandemen
Berdasarkan landasan yurudis, lembaga yang mengeluarkannya adalah dilakukan oleh DPR. Kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif yang memegang kekuasaan membentuk Undang -Undang dikuatkan melalui perubahan pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1), dengan memindahkan titik berat kekuasaan legislasi nasional yang semula berada ditangan Presiden, beralih ke tangan DPR. Di pasal yang lain ( pasal 20 ayat 2 hasil perubahan pertama) menyebutkan DPR dan Presiden mempunyai wewenang yang sama untuk membahas setiap rancangan Undang – Undang untuk kemudian disetujui bersama. Di sisi lain Presiden mempunyai hak untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang – undang ( pasal 5 ayat 2) serta peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang – Undang ( pasal 22 ayat 1). Dan sebagai penegasan sistem Presidensiil yang kita anut DPR mempunyai hak melakukan pengawasan terhadap Presiden/pemerintah ( pasal 20A ayat 1). Pasal 7C yang menyebutkan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR mencerminkan kedudukan yang setara antara kedua lembaga yang sama – sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.
Landasan sosiologis, perubahan UUD 1945 (amandemen) terjadi karena adanya peraturan-peraturan yang belum tersebut secara rinci di dalam UUD 1945. Sehingga dianggap perlu untuk mengadakan amandemen. Contohnya adalah pasal yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Landasan Filosofis yaitu Undang-Undang Dasar adalah undang- Undang yang berusaha menjaga persatuan ditengah –tengah kebhinekaan bangsa Indonesia .Perubahan kembalinya UUD 1945 hal ini dikarenakan Presiden Soekarno ingin mel;ihat bangsa inmdonesia yang kuat dan bersatu padu sebagaimana pada awal-awal kemerdekaan dulu.