Isu Lingkungan Global
Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade
belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat
isu lingkungan ini mencuat. Isu yang paling penting dalam lingkungan adalah
mengenai pemanasan global. “Pemanasan global disebabkan oleh efek rumah kaca
yaitu bertambahnya jumlah gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang menyebabkan
energi panas yang seharusnya dilepas ke luar atmosfir bumi dipantulkan kembali
ke permukaan dan menyebabkan temperatur permukaan bumi menjadi lebih panas
(iatpi.org).”
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya
efek rumah kaca adalah polusi udara yang ditimbulkan oleh asap pabrik maupun
kendaraan bermotor. “Lalu, membuang limbah ke tempat penimbunan sampah yang
menghasilkan metana. Metana juga dihasilkan dari limbah binatang yang
dipelihara untuk menyuplai kebutuhan susu dan daging (seperti sapi) dan juga
dari pertambangan Batubara (iatpi.org).”
Kesadaran akan lingkungan dan
pemanasan global ini membuat sebagian golongan membuat organisasi
pemerhati lingkungan. Di Indonesia, kita mengenal WALHI dan untuk skala
internasional kita juga mengenal Greenpeace. Organisasi-organisasi tersebut
merupakan wadah dimana orang-orang dapat menumbuhkan kesadaran akan kondisi
lingkungannya saat ini. Organisasi semacam ini juga sering menjadi yang
terdepan dalam memperjuangkan keselamatan lingkungan. Misalnya, para aktivis
WALHI sangat menolak akan pendirian sebuah PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir) di daerah Muria, Jawa Tengah. Keberadaan PLTN ini nantinya dikhawatirkan
akan berdampak buruk terhadap kelangsungan linkungan sekitar.
Indonesia tercatat dalam buku rekor
dunia Guinness edisi 2008 sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami
kerusakan (deforestasi). Perkiraan Greenpeace, 76%-80% deforestasi ini
dipercepat oleh tingginya angka pembalakan liar, penebangan legal, dan
kebakaran hutan. Dalam data yang dimiliki Greenpeace disebutkan dari 44 negara
yang secara kolektif memiliki 90% hutan dunia, negara yang meraih tingkat laju
deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia. Dengan 1,8 juta hektare
hutan hancur per tahun antara tahun 2000 hingga 2005 -sebuah tingkat kehancuran
hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau setara 51 kilometer persegi per hari.
Total hutan Indonesia mencapai 120,35 juta hektare dari wilayah seluas
1.919.440 kilometer persegi. Namun saat ini, Indonesia juga menjadi negara
penghasil kayu utama dunia dalam bentuk kayu lapis, kayu gergajian, kayu
pertukangan, furnitur, hingga ke produk bubur kertas. Tujuan ekspor utama yaitu
Malaysia, Singapura, China, Jepang, Korea Selatan, negara Eropa, dan
Amerika. (media-indonesia.com)
Sungguh tragis memang keadaan
Indonesia saat ini. Negara kita di mata internasional dianggap sebagai salah
satu negara yang menyumbang kerusakan alam global terbesar. Parahnya,
Pemerintah rela mengorbankan lingkungan demi mengejar pendapatan negara semata.
Keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus. Pemerintah diharapkan dapat
lebih bijak dalam menggunakan sumber daya alam, khususnya yang berpengaruh
dengan lingkungan global, seperti hutan lindung. Masalah-masalah seperti
pembalakan liar harus disikapi dengan tegas. Pengkonsolidasian
regulasi-regulasi yang mengatur tentang penebangan hutan liar dan kerjasama
antara pihak-pihak yang berkepentingan adalah cara-cara yang dapat diterapkan
dalam rangka penyelamatan hutan di Indonesia dan lingkungan global.
Dalam ruang lingkup multilateral,
pengangkatan tema mengenai pemansan global atau global warming telah
berlangsung lama. Daiantaranya adalah dengan adanya Protokol Kyoto.
Protokol Kyoto adalah sebuah
persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas
rumah kacamereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990
(namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan
jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan
sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas
rumah kaca karbondioksida metan, nitrous oxide, sulfurheksafluorida, HFC, dan
PFC – yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12.
Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6%
untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk
Australia dan 10% untuk Islandia (unfccc.int).
Selain Protokol Kyoto, baru saja
dilangsungkan konferensi tentang perubahan iklim yang diselenggarakan di Nusa
Dua, Bali, Indonesia. Mulai banyaknya negara-negara yang mulai memikirkan
tentang keadaan lingkungan global diharapkan kan berdampak positif terhadap
upaya pelestarian lingkungan global dari pemanasan global yang mengancam
keberlangsungan seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi. Namun, saat ini
masih terdapat kendala-kendala seperti masih belum sejalannya sikap yang
diambil antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Negara maju
ingin negara berkembang dapat mandiri dalam menyikapi masalah ini dan negara
berkembang ingin agar negara maju lebih serius akan menyikapi dan menyelesaikan
masalah lingkungan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar