Kamis, 28 Juni 2012

Isu Lingkungan Global


Isu Lingkungan Global

Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu lingkungan ini mencuat. Isu yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global. “Pemanasan global disebabkan oleh efek rumah kaca yaitu bertambahnya jumlah gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang menyebabkan energi panas yang seharusnya dilepas ke luar atmosfir bumi dipantulkan kembali ke permukaan dan menyebabkan temperatur permukaan bumi menjadi lebih panas (iatpi.org).”
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca adalah polusi udara yang ditimbulkan oleh asap pabrik maupun kendaraan bermotor. “Lalu, membuang limbah ke tempat penimbunan sampah yang menghasilkan metana. Metana juga dihasilkan dari limbah binatang yang dipelihara untuk menyuplai kebutuhan susu dan daging (seperti sapi) dan juga dari pertambangan Batubara (iatpi.org).”
Kesadaran akan lingkungan dan pemanasan global ini membuat sebagian golongan  membuat organisasi pemerhati lingkungan. Di Indonesia, kita mengenal WALHI dan untuk skala internasional kita juga mengenal Greenpeace. Organisasi-organisasi tersebut merupakan wadah dimana orang-orang dapat menumbuhkan kesadaran akan kondisi lingkungannya saat ini. Organisasi semacam ini juga sering menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan keselamatan lingkungan. Misalnya, para aktivis WALHI sangat menolak akan pendirian sebuah PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di daerah Muria, Jawa Tengah. Keberadaan PLTN ini nantinya dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap kelangsungan linkungan sekitar.
Indonesia tercatat dalam buku rekor dunia Guinness edisi 2008 sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi). Perkiraan Greenpeace, 76%-80% deforestasi ini dipercepat oleh tingginya angka pembalakan liar, penebangan legal, dan kebakaran hutan. Dalam data yang dimiliki Greenpeace disebutkan dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan dunia, negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia. Dengan 1,8 juta hektare hutan hancur per tahun antara tahun 2000 hingga 2005 -sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau setara 51 kilometer persegi per hari. Total hutan Indonesia mencapai 120,35 juta hektare dari wilayah seluas 1.919.440 kilometer persegi. Namun saat ini, Indonesia juga menjadi negara penghasil kayu utama dunia dalam bentuk kayu lapis, kayu gergajian, kayu pertukangan, furnitur, hingga ke produk bubur kertas. Tujuan ekspor utama yaitu Malaysia, Singapura, China, Jepang, Korea Selatan, negara Eropa, dan Amerika.  (media-indonesia.com)
Sungguh tragis memang keadaan Indonesia saat ini. Negara kita di mata internasional dianggap sebagai salah satu negara yang menyumbang kerusakan alam global terbesar. Parahnya, Pemerintah rela mengorbankan lingkungan demi mengejar pendapatan negara semata. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus. Pemerintah diharapkan dapat lebih bijak dalam menggunakan sumber daya alam, khususnya yang berpengaruh dengan lingkungan global, seperti hutan lindung. Masalah-masalah seperti pembalakan liar harus disikapi dengan tegas. Pengkonsolidasian regulasi-regulasi yang mengatur tentang penebangan hutan liar dan kerjasama antara pihak-pihak yang berkepentingan adalah cara-cara yang dapat diterapkan dalam rangka penyelamatan hutan di Indonesia dan lingkungan global.
Dalam ruang lingkup multilateral, pengangkatan tema mengenai pemansan global atau global warming telah berlangsung lama. Daiantaranya adalah dengan adanya Protokol Kyoto.
Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kacamereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca karbondioksida metan, nitrous oxide, sulfurheksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia (unfccc.int).
Selain Protokol Kyoto, baru saja dilangsungkan konferensi tentang perubahan iklim yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia. Mulai banyaknya negara-negara yang mulai memikirkan tentang keadaan lingkungan global diharapkan kan berdampak positif terhadap upaya pelestarian lingkungan global dari pemanasan global yang mengancam keberlangsungan seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi. Namun, saat ini masih terdapat kendala-kendala seperti masih belum sejalannya sikap yang diambil antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Negara maju ingin negara berkembang dapat mandiri dalam menyikapi masalah ini dan negara berkembang ingin agar negara maju lebih serius akan menyikapi dan menyelesaikan masalah lingkungan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar