Kasus Pajak

heila: Kasus Pengemplangan Pajak PT DMP Dipolitisir

Ilustrasi

Kasus pengemplangan pajak yang dilakukan PT Delimuda Perkasa (DMP) mencuat saat delapan anggota Komisi III DPR, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Azis Samsuddin beserta Trimedya Panjaitan, Bambang Soesatyo, Desman Hamesa, Achmah Yani, dan Herman Herry, melakukan kunjungan kerja ke Jambi.

Di sana, tim Komisi III menemui Kapolda Jambi untuk membicarakan pengusutan kasus dugaan pengemplangan pajak senilai Rp 160-300 miliar yang dilakukan PT DMP.

Setelah bertemu Kapolda dan Kajati setempat, tim Komisi III lalu merekomendasikan agar PT DMP ditutup. Mereka menilai, selama ini perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan tersebut tidak memiliki izin sehingga sudah merugikan negara yang berpotensi senilai ratusan miliar rupiah.(*)

Laporan Wartawan Tribunnews,com, Samuel Febriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT Delimuda Perkasa, Sheila Salomo, merasa isu pengemplangan pajak sebesar Rp 150 miliar hingga Rp 300 miliar, yang dialamatkan kepada pihaknya diduga sudah dipolitisir.

Menurut informasi yang diterimanya, hal itu kemungkinan untuk merebut kepemilikan pihaknya atas sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit di wilayah Jambi. "Saya merasa aneh dengan kasus ini, kami menyayangkan persoalan ini menjadi sedemikian rupa sehingga menjadi ranah politis," tuturnya dalam acara jumpa pers di High On Cofein kafe, Menara Palma Lt 2, JL Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (8/8/2010) siang.

Ia pun mengaku mendengar isu yang tidak sedap dibalik kasus pengemplangan pajak yang kini sudah ditangani oleh pihak Polda Jambi. Di antaranya, kata Sheila, keterlibatan anggota Komisi III DPR, yang ingin membeli pabrik itu dari pemiliknya yang lama PT Tunas Lestari Sejahtera.

"Kalau kebenarannya kami masih belum tahu, tetapi ada isu seperti itu," akunya.

Sheila mengatakan, pabrik pengolahan sawit PT DMP di wilayah Batang Hari, Jambi, tersebut selama setahun memperoleh profit yang cukup menggiurkan. Beradasarkan catatannya di tahun 2008, keuntungan yang dicapai sekitar Rp 30 miliar.

Sheila juga menyayangkan pihak Komisi III DPR, yang selama ini tidak meminta klarifikasi terlebih dahulu ke pihaknya terkait isu pengemplangan pajak ini. Pasalnya, pihaknya meyakini sejak tiga tahun pabrik itu dibeli dari PT TLS, perusahaan selalu taat membayar pajak sesuai dengan beban pajak yang telah ditetapkan.

"Pembayaran pajak yang kami lakukan dari tahun 2007 sampai dengan 2009 lebih kurang berjumlah Rp 16 miliar, dan pembayaran tersebut adalah pajak yang berkaitan dengan pengelolaan pabrik. Apalagi jumlah pembayaran atas pajak yang kami bayarkan tersebut jumlahnya lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oleh pemilik pabrik lama," papar Sheila.

"Kalau sampai Rp 160 miliar memang berapa keuntungan PT DMP? Apa sampai satu triliun rupiah? Hal itu sama sekali tidak ada dasar," tambahnya.

Selain itu, pabrik kelapa sawit yang dimiliki oleh PT DMP sendiri, menurutnya sudah mengantongi Izin usaha Perkebunan (IUP), dimana IUP itu diperoleh pihaknya ketika PT DMP membeli tanah dan pabrik kelapa sawit milik PT TLS pada 9 Desember 2006.

"Sesuai dengan Pasal 17 UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan juncto Pasal 9 ayat 3 Peraturan Menteri Pertanian No 26/Permentan/ OT.140/2/ Tahun 2007, dimana sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dikatakan bahwa terhadap izin usaha perkebunan yang telah ada tetap berlaku selama perusahaan masih melaksanakan kegiatannya," papar Sheila.

Pihaknya, aku Sheila juga sudah mengajukan perubahan nama terhadap izin yang ada 27 Februari 2007 kepada Bupati Batang Hari, Jambi, dimana akhirnya pihaknya baru berhasil melakukan perubahan nama terhadap izin perusahaan itu pada tanggal 7 Juni 2010