Pemahaman Remaja terhadap Masalah Seksualitas
“Seorang pelajar SMP dilaporkan telah mencabuli tujuh balita yang masih tetangganya sendiri. Bunga 18 tahun menagis ketika mengetahui bahwa Ia tidak menstruasi selama dua bulan dikarenakan hamil dari tes urin yang positif. Gadis itu bertambah bingung ketika ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pemuda yang telah menghamilinya yang sekarang tidak dapat dihubungi lagi.” Dua remaja pada kasus yang berbeda tersebut adalah sebagian kecil dari masalah yang sering kita dengar di sekitar kita. Seorang remaja berkata”….. padahal saya dan dia sudah sering seperti suami istri. Saya sangat mencintainya. Pacar saya jauh lebih dewasa dari usia saya. Dia 25 sedangkan saya 16 tahun. Orangtua tidak tahu kalau hubungan kami sudah jauh…soalnya kami selalu berhati-hati....”
Beberapa contoh di atas, menunjukkan bahwa pemahaman remaja terhadap risiko perilaku yang mereka lakukan seringkali sangat minim. Perkataan seorang remaja seperti yang dikutip di atas, beranggapan bahwa hubungan mereka telah dilakukan dengan berbagai pencegahan dan antisipasi,
akan tetapi sebenamya yang mereka ketahui adalah informasi yang salah. Cara
pandang remaja yang salah terhadap seksualitas memberikan dampak negatif bagi
generasi muda. Dalam hal ini, remaja perempuan tebih rentan terhadap berbagai risiko dan kerugian dari pelaku seksual tersebut. Seperti, resiko kehamilan, aborsi, Iebih banyak akan diderita oleh perempuan.
Menurut Guarenti, merebaknya kasus HIV/AIDS di kalangan
remaja di beberapa negara di Afrika salah satunya diakibatkan oleh kurangnya
pemahaman remaja terhadap kesehatan reproduksi. “Yang perlu digarisbawahi
adalah mengangkat topik tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja itu
tidak sama dengan menyodorkan alat kontrasepsi ke remaja,” katanya. Hal mi karena, topik tersebut sangat diminati oleh remaja
sehingga perlu kehati-hatian dalam menjelaskannya.
Siapakah
remaja itu?
Remaja adalah masa peralihan dan masa kanak-kanak ke masa dewasa. Periode masa remaja dalam kehidupan manusia, batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja merupakan periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia), usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks.
Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagamnya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
Remaja dan Pubertas
Bicara mengenai remaja, tentunya tidak terlepas dari fase pubertas. Fase pubertas merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan seksualitas seseorang, sebab, secara seksual mulai berfungsi secara sepenuhnya.
Pada awalnya, pubertas dianggap sebagai tanda awal keremajaan. Namun, hal ini temyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas, namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.
Ketika seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk berreproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam
memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone. Pada anak laki-laki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu, juga terjadi perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik Iainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Remaja adalah masa peralihan dan masa kanak-kanak ke masa dewasa. Periode masa remaja dalam kehidupan manusia, batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja merupakan periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia), usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks.
Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagamnya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
Remaja dan Pubertas
Bicara mengenai remaja, tentunya tidak terlepas dari fase pubertas. Fase pubertas merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan seksualitas seseorang, sebab, secara seksual mulai berfungsi secara sepenuhnya.
Pada awalnya, pubertas dianggap sebagai tanda awal keremajaan. Namun, hal ini temyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas, namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.
Ketika seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk berreproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam
memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone. Pada anak laki-laki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu, juga terjadi perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik Iainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Bagaimana
remaja memahami masalah seksuatitas?
Sering remaja malah terjebak dengan mitos-mitos seputar permasalahan seks. Benarkah remaja kurang memahami masalah seksualitas dan resiko akibat kurangnya pemahaman tersebut? Pesatnya perkembangan informasi saat mi dan ditambah keingintahuan remaja tentang masalah seks yang begitu besar sering mengakibatkan remaja mengalami perubahan pola pikir. Perubahan itu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap seksualitas dan membentuk perilaku seksual tersendiri.
Remaja umumnya kurang mengenali organ tubuhnya. Tidak sedikit diantara mereka yang bertanya pada teman sebaya tentang perubahan fisik yang dialami. Dan tidak sedikit pula diantaranya yang terjebak informasi salah, sehingga perilaku menyimpang dari remaja sering kita temukan. Banyak remaja yang tidak mengerti mengapa terjadi perubahan ragawi pada mereka. Remaja putri mulai mengalami masa menstruasi, tumbuhnya payudara, tumbuhnya rambut di bagian-bagian tertentu, sampai kemunculan jerawat yang menimbulkan rasa rendah diri. Sedangkan remaja pria mulai merasakan tumbuhnya jakun yang berakibat pada perubahan suara yang cenderung berat dan besar. Ereksi yang biasa hanya dirasakan setiap pagi mulai dirasakan pada saat tertentu. Semua ini kerap melahirkan belasan pertanyaan di benak mereka. Namun repotnya, mereka malu bertanya pada sumber yang tepat.
Sementara itu, orang tua berharap pubertas atau proses pematangan organ reproduksi dengan sendirinya akan membentuk pemahaman remaja bahwa sistem reproduksi sudah terjadi. Namun, karena anggapan bahwa pendidikan seks masih tabu mengakibatkan remaja tersebut malu untuk bertanya kepada orang tuanya dan orang tua pun menganggap tidak perlu memberikan penjelasan hal tersebut kepada anaknya karena mereka berpikir, anak tersebut akan mengerti dengan sendirinya berjalan menuju kedewasaannya.
Selain itu, rendahnya pengetahuan para remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi, menyebabkan mereka lebih mempercayai sumber-sumber informasi yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan rujukan. Di antaranya VCD porno, internet, dan media massa (baik dalam bentuk koran maupun tabloid). Sekolah yang seharusnya bisa dijadikan tempat untuk memberikan informasi kepada siswanya, dengan alasan-alasan tertentu justru menjadi sebaliknya. Akhirnya remaja lebih akrab untuk mengakses berbagai informasi yang tidak sebenarnya. Kenyataan yang menyedihkan sekali ketika banyak remaja justru tidak mengetahui apa dan bagaimana cara mereka mendapatkan pelajaran dan pengetahuan tentang masalah seks. Banyak remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah ternyata banyak yang tidak didasari oleh pengetahuan yang cukup berkaitan dengan perilakunya.
Menurut Laurike,langkah awal yang harus dipahami oleh remaja adalah mengenali proses pematangan organ reproduksi mereka. OIeh karena itu, peningkatan kesadaran terhadap tubuh sendiri dan pemahaman bahwa tubuhnya adalah miliknya dan tanggungjawabnya, sangat diperlukan khususnya bagi remaja perempuan. Misalnya ketika bersama kekasihnya, kemampuan berkata “tidak” yang seringkali berhubungan erat dengan rasa percaya diri, harus selalu dilatihkan. Remaja laki-laki juga harus sering diajak mengembangkan kemampuan mengelola dorongan seksualnya dan menghormati perempuan.
Sering remaja malah terjebak dengan mitos-mitos seputar permasalahan seks. Benarkah remaja kurang memahami masalah seksualitas dan resiko akibat kurangnya pemahaman tersebut? Pesatnya perkembangan informasi saat mi dan ditambah keingintahuan remaja tentang masalah seks yang begitu besar sering mengakibatkan remaja mengalami perubahan pola pikir. Perubahan itu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap seksualitas dan membentuk perilaku seksual tersendiri.
Remaja umumnya kurang mengenali organ tubuhnya. Tidak sedikit diantara mereka yang bertanya pada teman sebaya tentang perubahan fisik yang dialami. Dan tidak sedikit pula diantaranya yang terjebak informasi salah, sehingga perilaku menyimpang dari remaja sering kita temukan. Banyak remaja yang tidak mengerti mengapa terjadi perubahan ragawi pada mereka. Remaja putri mulai mengalami masa menstruasi, tumbuhnya payudara, tumbuhnya rambut di bagian-bagian tertentu, sampai kemunculan jerawat yang menimbulkan rasa rendah diri. Sedangkan remaja pria mulai merasakan tumbuhnya jakun yang berakibat pada perubahan suara yang cenderung berat dan besar. Ereksi yang biasa hanya dirasakan setiap pagi mulai dirasakan pada saat tertentu. Semua ini kerap melahirkan belasan pertanyaan di benak mereka. Namun repotnya, mereka malu bertanya pada sumber yang tepat.
Sementara itu, orang tua berharap pubertas atau proses pematangan organ reproduksi dengan sendirinya akan membentuk pemahaman remaja bahwa sistem reproduksi sudah terjadi. Namun, karena anggapan bahwa pendidikan seks masih tabu mengakibatkan remaja tersebut malu untuk bertanya kepada orang tuanya dan orang tua pun menganggap tidak perlu memberikan penjelasan hal tersebut kepada anaknya karena mereka berpikir, anak tersebut akan mengerti dengan sendirinya berjalan menuju kedewasaannya.
Selain itu, rendahnya pengetahuan para remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi, menyebabkan mereka lebih mempercayai sumber-sumber informasi yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan rujukan. Di antaranya VCD porno, internet, dan media massa (baik dalam bentuk koran maupun tabloid). Sekolah yang seharusnya bisa dijadikan tempat untuk memberikan informasi kepada siswanya, dengan alasan-alasan tertentu justru menjadi sebaliknya. Akhirnya remaja lebih akrab untuk mengakses berbagai informasi yang tidak sebenarnya. Kenyataan yang menyedihkan sekali ketika banyak remaja justru tidak mengetahui apa dan bagaimana cara mereka mendapatkan pelajaran dan pengetahuan tentang masalah seks. Banyak remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah ternyata banyak yang tidak didasari oleh pengetahuan yang cukup berkaitan dengan perilakunya.
Menurut Laurike,langkah awal yang harus dipahami oleh remaja adalah mengenali proses pematangan organ reproduksi mereka. OIeh karena itu, peningkatan kesadaran terhadap tubuh sendiri dan pemahaman bahwa tubuhnya adalah miliknya dan tanggungjawabnya, sangat diperlukan khususnya bagi remaja perempuan. Misalnya ketika bersama kekasihnya, kemampuan berkata “tidak” yang seringkali berhubungan erat dengan rasa percaya diri, harus selalu dilatihkan. Remaja laki-laki juga harus sering diajak mengembangkan kemampuan mengelola dorongan seksualnya dan menghormati perempuan.
Pemecahan masalah
Suatu solusi untuk mengatasi kurangnya pemahaman remaja terhadap
masalah seksualitas ini yaitu dengan memasukkan informasi kesehatan
reproduksi remaja ke dalam kurikulum di sekolah. Dalam hal ini akan terjadi Pro dan kontra. Kelompok pro menyatakan perlu informasi mengenai kesehatan reproduksi disampaikan pada murid karena diharapkan bisa menjadi benteng remaja dalam mencegah perbuatan free seks. Sedangkan kelompok yang kontra khawatir, kalau informasi itu disampaikan pada remaja, malah memicu remaja untuk meniru atau bahkan mempraktikkan free seks tersebut.
Informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja seperti
itu sedikit banyak diharapkan bisa menjawab tantangan remaja di era sekarang yang kian berat. Jika dulu remaja mengalami fase dewasa lebih lambat dan langsung menikah dini, kini remaja mengalami fase dewasa lebih cepat lantaran faktor gizi dan lainnya, tapi menikahnya lebih tua. Oleh sebab itu, semestinya diajarkan bagaimana menurunkan libido seksual mereka dengan membuang energi yang berlebihan.
Solusi yang dapat dilakukan dapat dengan menambah aktivitas mereka misalnyal memperbanyak kegiatan ekstra di luar bidang studi, memperkuat iman dan memberikan bekal budi pekerti yang cukup matang lewat pendidikan. Memang penanaman sikap dan nilai semacam ini memerlukan waktu dan proses yang panjang, di samping kerja sama yang baik dari orangtua, guru maupun lingkungan di sekitar remaja itu sendiri.
Beberapa tips untuk orangtua agar anak dan remaja tak sungkan
berkomunikasi tentang seks:
1. Ubah cara berpikir, bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan seluruh tubuh manusia, hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan), kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual, kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahari Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual), serta budaya dan masyarakat (tentang jerider, seksualitas dan agama).
2. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itutah anda
mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva’ . Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.
3. Manfaatkan “Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton televisi yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan
aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain.
4. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang diucapkan anak, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5. Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6. Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7. Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama.
Karena nilai-nilai agama tidak akan pemah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agarna dalam
kehidupan sehari-hari.
Hasil yang ingin dicapai dari penyebaran informasi masalah seksualitas
pada remaja adalah untuk membentuk sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai masalah seksualitas dan proses reproduksi. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan altematif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam. Sebaliknya, orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan altenatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Bekal iman, pendidikan, pergaulan yang sehat, serta hubungan yang mesra antara orangtua dengan anak serta keterbukaan dalam keluarga merupakan bekal yang amat berharga bagi remaja agar mereka dapat meniti kehidupan dengan selamat.
Suatu solusi untuk mengatasi kurangnya pemahaman remaja terhadap
masalah seksualitas ini yaitu dengan memasukkan informasi kesehatan
reproduksi remaja ke dalam kurikulum di sekolah. Dalam hal ini akan terjadi Pro dan kontra. Kelompok pro menyatakan perlu informasi mengenai kesehatan reproduksi disampaikan pada murid karena diharapkan bisa menjadi benteng remaja dalam mencegah perbuatan free seks. Sedangkan kelompok yang kontra khawatir, kalau informasi itu disampaikan pada remaja, malah memicu remaja untuk meniru atau bahkan mempraktikkan free seks tersebut.
Informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja seperti
itu sedikit banyak diharapkan bisa menjawab tantangan remaja di era sekarang yang kian berat. Jika dulu remaja mengalami fase dewasa lebih lambat dan langsung menikah dini, kini remaja mengalami fase dewasa lebih cepat lantaran faktor gizi dan lainnya, tapi menikahnya lebih tua. Oleh sebab itu, semestinya diajarkan bagaimana menurunkan libido seksual mereka dengan membuang energi yang berlebihan.
Solusi yang dapat dilakukan dapat dengan menambah aktivitas mereka misalnyal memperbanyak kegiatan ekstra di luar bidang studi, memperkuat iman dan memberikan bekal budi pekerti yang cukup matang lewat pendidikan. Memang penanaman sikap dan nilai semacam ini memerlukan waktu dan proses yang panjang, di samping kerja sama yang baik dari orangtua, guru maupun lingkungan di sekitar remaja itu sendiri.
Beberapa tips untuk orangtua agar anak dan remaja tak sungkan
berkomunikasi tentang seks:
1. Ubah cara berpikir, bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan seluruh tubuh manusia, hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan), kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual, kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahari Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual), serta budaya dan masyarakat (tentang jerider, seksualitas dan agama).
2. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itutah anda
mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva’ . Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.
3. Manfaatkan “Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton televisi yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan
aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain.
4. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang diucapkan anak, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5. Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6. Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7. Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama.
Karena nilai-nilai agama tidak akan pemah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agarna dalam
kehidupan sehari-hari.
Hasil yang ingin dicapai dari penyebaran informasi masalah seksualitas
pada remaja adalah untuk membentuk sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai masalah seksualitas dan proses reproduksi. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan altematif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam. Sebaliknya, orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan altenatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Bekal iman, pendidikan, pergaulan yang sehat, serta hubungan yang mesra antara orangtua dengan anak serta keterbukaan dalam keluarga merupakan bekal yang amat berharga bagi remaja agar mereka dapat meniti kehidupan dengan selamat.
==========================================
BIODATA PENULIS
Nama : Linda Rahmawati
Tempat, tanggal lahir : Martapura, 24 Oktober 1984
Alamat : JI. Bhakti Komplek Bauntung No. 70, Martapura Kode Pos. 70614
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
TeIp/HP 081 952734784/ 081 959299632;
Tempat, tanggal lahir : Martapura, 24 Oktober 1984
Alamat : JI. Bhakti Komplek Bauntung No. 70, Martapura Kode Pos. 70614
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
TeIp/HP 081 952734784/ 081 959299632;
November 29, 2009
Remaja
didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Seifert dan Hoffnung (1987), periode
ini umumnya dimulai sekitar usia 12 tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik,
yaitu sekitar usia 20 tahun. Usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21
tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.
Ada dua pandangan teoritis tentang remaja. Menurut pandangan
teoritis pertama – yang dicetuskan oleh psikolog G. Stanley Hall – :
adolescence is a time of “storm and stress “. Artinya, remaja adalah masa yang
penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa di mana terjadi perubahan
besar secara fisik, intelektual dan emosional pada seseorang yang menyebabkan
kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan
konflik dengan lingkungannya (Seifert & Hoffnung, 1987). Dalam hal ini,
Sigmund Freud dan Erik Erikson meyakini bahwa perkembangan di masa remaja penuh
dengan konflik.
Menurut pandangan teoritis kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh
dengan konflik seperti yang digambarkan oleh pandangan yang pertama. Banyak
remaja yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya, serta mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kebutuhan dan
harapan dari orang tua dan masyarakatnya. Bila dikaji, kedua pandangan tersebut
ada benarnya, namun sangat sedikit remaja yang mengalami kondisi yang
benar-benar ekstrim seperti kedua pandangan tersebut (selalu penuh konflik atau
selalu dapat beradaptasi dengan baik). Kebanyakan remaja mengalami kedua
situasi tersebut (penuh konflik atau dapat beradaptasi dengan mulus) secara
bergantian (fluktuatif).
Menururt Hurlock (1964) Remaja awal (12/13 th – 17/18 th), remaja
akhir (17/18 th – 21/22 th). WHO menyatakan walaupun definisi remaja
utamanya didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, namun batasan itu
juga berlaku pada remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam dua bagian
yaitu remaja awal 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun.
PSIKIS REMAJA
Remaja Awal
· Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
Pada masa ini, remaja mengalami badai dan topan dalam
kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini sering disebut strom
and stress. Remaja sesekali sangat bergairah dalam bekerja tiba-tiba
berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa
percaya diri berganti rasa ragu-ragu yang berlebihan, termasuk ketidaktentuan
dalam menentukan cita-cita dan menentukan hal-hal yang lain.
· Status remaja awal
yang membingungkan
Status mereka tidak hanya sulit ditentukan,
tetapi juga membingungkan. Perlakuan orang tua terhadap mereka sering
berganti-ganti. Orang tua ragu memberikan tanggungjawab dengan alasn mereka
masih “kanak-kanak”. Tetapi saat mereka bertingkah kekanak-kanakan,
mereka mendapat teguran sebagai “orang dewasa”. Karena itu, mereka
bingung akan status mereka.
· Banyak masalah yang
dihadapi remaja
Remaja awal sebagai individu yang banyak mengalami
masalah dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan mereka lebih mengutamakan
emosionalitas sehingga kurang mampu menerima pendapat orang lain yang
bertentangan dengan pendapatnya. Faktor ini disebabkan karena mereka menganggap
bahwa dirinya lebih mampu daripada orang tua.
Remaja Akhir
Pada masa ini terjadi proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan
perkembagngan psikis.
· Stabilitas mulai
timbul dan meningkat
Stabilitas mulai timbul dan meningkat dalam
aspek psikis. Demikian pula stabil dalam minat-minatnya; pemilihan sekolah,
jabatan, pakaian, pergaulan dengan sesame ataupun lain jenis. Mereka mulai
menunjukkan kemantapan serta tidak mudah berubah pendirian.
Proses menjadi stabil ini akan lebih cepat
apabila orang tua berperan dengan lebih demokratis.
· Citra diri dan
sikap pandang yang lebih realistis
Disini remaja mulai menilai dirinya sebagaimana
adanya (apa adanya), menghargai miliknya, keluarganya dan orang lain seperti
keadaan sesungguhnya.
· Menghadapi
masalahnya secara lebih matang
Hal ini disebabkan oleh karena kemampuan piker
remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandangan yang
lebih realistis.
· Perasaan menjadi
lebih tenang
Mereka tidak lagi menampakkan gejala-gejala strom
and stress sehingga muncullah suatu ketenangan dalam diri mereka.
Perubahan Fisik
Selama Masa Remaja
Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai PERIODE PUBERTAS (ambang pintu masa remaja).
Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai PERIODE PUBERTAS (ambang pintu masa remaja).
PUBERTAS jelas
berbeda dengan masa REMAJA, walopun bertumpang tindih dengan masa remaja awal.
PERUBAHAN FISIK
CIRI-CIRI REMAJA
AWAL(Teenagers)
- Terjadi pertumbuhan fisik yang pesat
- Dalam jangka 3-4 tahun anak bertumbuh hingga
tingginya hampir menyamai tinggi ortu.
- Pertumbuhan anggota badan dan otot-otot sering
tidak seimbang. Akibatnya……
- Pada laki-laki mulai
memperlihatkan penonjolan otot-otot pada dada, lengan, paha dan betis. Pada
wanita mulai menunjukkan mekar tubuh yang membedakannya dengan tubuh
kanak-kanak.
- Dalam hal kecepatan
pertumbuhan, terutama nampak jelas dalam usia 12-14 tahun remaja putri
bertumbuh demikian cepat meninggalkan pertumbuhan remaja pria.Akibatnya….
- Dalam masa pertumbuhan
ini baik remaja pria maupun remaja wanita cenderung ke arah memanjang dibanding
melebar.
- Kematangan kelenjar
seks pada usia 11/12 th – 14/15 th.Biasanya pertumbuhan itu lebih cepat pada
remaja putri dibanding remaja putra.
CIRI-CIRI REMAJA
AKHIR
- Pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang dengan
kata lain tidak sepesat dalam masa remaja awal.Bagi remaja pria pada usia 20 th
dan remaja wanita 18 th keadaan tinggi badan mengalami pertumbuhan yang lambat.
- Mengalami keadaan
sempurna bagi beberapa aspek pertumbuhan dan menunjukkan kesiapan untuk
memasuki masa dewasa awal. Seperti badan dan anggota badan menjadi berimbang,
wajah yang simetris, bahu yang berimbang dengan pinggul.
Saat ini, remaja mengalami perubahan fisik
(dalam tinggi dan berat badan) lebih awal dan cepat berakhir daripada orang
tuanya. Kecenderungan ini disebut trend secular. Sebagai contoh, seratus tahun
yang lalu, remaja USA dan Eropa Barat mulai menstruasi sekitar usia 15 – 17
tahun, sekarang sekitar 12 – 14 tahun. Di tahun 1880, laki-laki mencapai tinggi
badan sepenuhnya pada usia 23 – 24 tahun dan perempuan pada usia 19 – 20 tahun,
sekarang laki-laki mencapai tinggi maksimum pada usia 18 – 20 dan perempuan
pada usia 13 – 14 tahun.
Trend secular terjadi sebagai akibat dari meningkatnya faktor kesehatan
dan gizi, serta kondisi hidup yang lebih baik. Sebagai contoh, meningkatnya
tingkat kecukupan gizi dan perawatan kesehatan, serta menurunnya angka
kesakitan (morbiditas) di usia bayi dan kanak-kanak.
Pubertas
Pubertas adalah periode pada masa remaja awal yang dicirikan dengan
perkembangan kematangan fisik dan seksual sepenuhnya (Seifert & Hoffnung,
1987). Pubertas ditandai dengan terjadinya perubahan pada ciri-ciri seks primer
dan sekunder.
Ciri-ciri seks primer memungkinkan terjadinyanya reproduksi. Pada wanita,
ciri-ciri ini meliputi perubahan pada vagina, uterus, tube fallopi, dan ovari.
Perubahan ini ditandai dengan munculnya menstruasi pertama. Pada pria,
ciri-ciri ini meliputi perubahan pada penis, scrotum, testes, prostate gland,
dan seminal vesicles. Perubahan ini menyebabkan produksi sperma yang cukup
sehingga mampu untuk bereproduksi, dan perubahan ini ditandai dengan keluarnya
sperma untuk pertama kali (biasanya melalui wet dream).
Ciri-ciri seks sekunder meliputi perubahan pada buah dada, pertumbuhan
bulu-bulu pada bagian tertentu tubuh, serta makin dalamnya suara. Perubahan ini
erat kaitannya dengan perubahan hormonal. Hormon adalah zat kimia yang
diproduksi oleh kelenjar endokrin, kemudian dilepaskan melalui aliran darah
menuju berbagai organ tubuh.
Kelenjar seks wanita (ovaries) dan pria (testes) mengandung sedikit
hormon. Hormon ini berperan penting dalam pematangan seksual. Kelenjar
pituitary (yang berada di dalam otak) merangsang testes dan ovaries untuk
memproduksi hormon yang dibutuhkan. Proses ini diatur oleh hypothalamus yang
berada di atas batang otak.
Dampak
Pertumbuhan Fisik terhadap Kondisi Psikologis Remaja
Pertumbuhan fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata
berdampak pada kondisi psikologis remaja, baik putri maupun putra. Canggung,
malu, kecewa, dll. adalah perasaan yang umumnya muncul pada saat itu.
Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta
penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra
jasmani (body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem).
Ada tiga jenis bangun tubuh yang menggambarkan tentang citra jasmani,
yaitu endomorfik, mesomorfik dan ektomorfik. Endomorfik banyak lemak sedikit
otot (padded). Ektomorfik sedikit lemak sedikit otot (slender). Mesomorfik
sedikit lemak banyak otot (muscular).
DAFTAR RUJUKAN.
Mappiare,
Andi.1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha Nasional
www.okanegara.com
By: Galih Rosy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar