BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan politik Hukum Nasional
Politik Hukum nasional
Semenjak Proklamasi Kemerdekaan pembinaan hukum Nasional
haruslah berlandaskan falsafah negara Pancasila. Namun demikian, selama lebih
dari seperempat abad lamanya dalam Negara Indonesia belum ditegaskan tentang
suatu politik hukum nasional seperti pada masa Hindia Belanda dahulu. Baru
tahun 1973 ditetapkan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang garis-garis besar
haluan negara, yang didalamnya secara resmi digariskan politik hukum nasional
Indonesia tersebut.
Dalam
Ketetapam MPR No. IV/MPR/1973 tersebut, politik hukum Indonesia dirumuskan
sebagai berikut:
1. Pembangunan dibidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia adalah berdasar atas
landasan Sumber Tertib Hukum yaitu cita-cita yang terkandung dalam pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang luhur meliputi suasana kejiwaan serta
watak dari bangsa Indonesia yang didapat dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Pembinaan bidang hukum harus mampu
mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran
hukum rakyat yang berkembang ke arah modrenisasi menurut tingkat-tingkat
kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan
kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan kearah peningkatan
pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang
perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan dengan:
a. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaa
Hukum Nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta
unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalam memperhatikan kesadaran
hukum dalam masyarakat.
b. Menertibka fungsi Lembaga-Lembaga Hukum
menurut proporsinya masing-masing.
c. Peningkatan kemampuan dan kewajiban-kewajiban
penegak-penegak hukum.
3. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat
dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakkan
hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan mertabat manusia, dan
ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang 1945.
Perumusan Politik Hukum
Indonesia tersebut dalam Garis-garis
Besar haluan negara adalah singkat sekali, namun cukup padat, jika ia
dilaksanakan dengan baik dapatlah kita mengejar ketertinggalan dalam bidang pembinaan da penegakkan hukum di Indonesia. Dalam
politik hukum tersebut perlu dicatat hal-hal berikut:
- Kepala Pemerintah danDPR debebani tugas modernisasi,kodifikasi, dan unifikasi dalam bidang –bidang tertentu;
- Dalam bidang institusional dikehendaki adanya penertiban fungsi Lembaga-Lembaga Hukum; menetapkan dan mengatur wewenang masing-masing aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim serta pembela/advokat, agar tak terdapat kesimpangsiuran.
- Dalam bidang keterampilan perlu diadakan peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum; untuk itu perlu peningkatan mutu pendidikan/ilmiah dalam bidang pengetahuan hukum, serta pembinaan mental pada penegak hukum untuk penciptaan kewibawaan mereka sendiri.
1.Pengertian
Politik Hukum Nasional
Politik hukum adalah “ Kebijakan dasar penyelenggara
Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber
dari nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
Adapun kata nasional itu sendiri diartikan sebagai
wilayah berlakunya politik hukum itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang tercakup dalam kekuasaan
Negara Republik Indonesia.Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan Politik
meliputi Hukum Nasional di sini adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara(Republik
Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku,yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat untuk mencapai tujuan Negara ( Republik Indonesia) yang
dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam
Politik Hukum Nasional yaitu:
- Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak;
- Penyelenggara Negara pembentuk kebijakan dasar tersebut;
- Meteri hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku;
- Proses pembentukan hukum;
- Tujuan Politik Hukum Nasional.
1. Tujuan Politik Hukum Nasional
Politik Hukum Nasional dibentuk
dalam rangka mewujudkan tujuan cita-cita ideal Negara Republik Indonesia.
Tujuan ini meliputi dua aspek yang meliputi dua aspek yan saling berkaitan:
- Sebagai suatu alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki;
- Sistem Hukum Nasional akan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.
a. Sistem
Hukum Nasional
Sistem
Hukum Nasional terbentuk dari dua istilah, sistem dan Hukum Nasional. Sistem
diadaptasi dari bahasa Yunani Sytema yang berarti suatu keseluruhan yang
tersusun dari sekian banyak bagian atau hubungan yang berlangsung diantara
satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur . Dalam bahasa inggris
system mengandung arti susunan atau jaringan.Dimana bila dikaitkan adalah
sekelompok atau bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud, seperti system urat syaraf dalam tubuh; Sistem
Pemerintahan.
Adapun
Hukum Nasional adalah Hukum atau
peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada landasan ideologi dan
konstitusional Negara, yaitu pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun
diatas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa
bangsa sendiri. Sehubungan dengan itu, Hukum Nasional sebenarnya tidak lain adalah Sistem Hukum
yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang
sekarang . dengan kata lain Hukum Nasional merupakan sistem hukum yang timbul
sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia yang berjangkauan Nasional, yaitu
sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh batas-batas nasional Negara
Indonesia.
Sistem
Hukum nasional adalah sebuah sistem hukum ( meliputi materil dan formil; pokok
dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideologi Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, serta berlaku diseluruh Indonesia . Sistem Hukum Nasional selain
dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dapat juga bersumber dari hukum
lain asal tidak bertentangan dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang dasar
1945. Dengan pendekatan seperti ini kita tetap mempertahankan identitas hukum
nasional dan secara bersamaan mengakomodasi budaya hukum lain yang baik, dan
diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan system hukum nasional itu
sendiri.
Dalam
hal ini Arief Sidharta mengusulkan, tatanan Hukum Nasional Indonesia harus
mengandung ciri:
- Berwawasan kebangsaan dan nusantara;
- Mampu mengakomodasikan kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan keagamaan;
- Sejauh mengkin berbentuk tertulis dan terunifikasi;
- Bersifat rasional yang mencakup rasionalitas efisiensi, rasionalitas kewajaran, rasionalitas kaidah, dan rasionalitas nilai;
- Aturan procedural yang menjamin transparasi, yang memungkinkan kajian rasional terhadap pengambilan putusan atau pemerintah;
- Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspesktasi masuarakat.
Senada usulan
diatas adalah hasil seminar tentang hukum nasional di Fakultas Hukum nasional
merekomendasikan bahwa hokum nasional yang sedang dibangun haruslah:
- Berlandaskan Pancasila (filosofis) dan UUD 1945 ( konstutisional);
- Berfungsi mengayomi, menciptakan keetertiban social, mendukung pelaksanaan pembangunan, dan mengamankan dari hasil-hasil Hukum pembangunan.
b.Demokratis dan Responsif
Politik Hukum Nasional mengutip Philippe
Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya Law and Society in Transition: Toward
Responsive Law, bertujuan untuk menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang
rasional,transparan, demokratis, otonom, dan responsive terhadap perkembangan
aspirasi dan ekspetasi masyarakat, bukan sebuah hukum yang bersifat menindas
atau ortodoks, dan reduksionistik.
c. Cita-cita Bangsa Indonesia
Idealitas Sistem Hukum Nasional itu pada
dasarnya adalah dalam rangka membantu terwujudnya keadilan sosial dan
kemakmuran masyarakat atau sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksankan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadilan social.
B.
Aspek- Aspek Hukum Nasional
Politik Hukum Nasional merupakan sebagai
pedoman dasar bagi seluruh bentuk dan proses perumusan, pembentukan ddan pengembangan
hukum ditanah air. Permasalahannya bila Politik Hukum Nasional merupakan dasar
bagi segala bentuk dan proses perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum
nasional itu harus dirumuskan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang
bersifat mendasar pula, bahkan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang
bersifat teknis.
1. Letak Rumusan Politik Hukum Nasional
Dalam
rangka menjelaskan pernyataan ini mau tidak mau kita harus merujuk pada sumber
hukum dan tata urutan peraturan
peundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pasal 2 TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum
dan tata peraturan perundang-undangan, disebutkan bahwa tata peraturan
perundang-undangan yang berlaku secara hiararkis di Indonesia adalah:
·
UUD 1945
·
TAP MPR
·
UU
·
PERPU
·
PP
·
KEPRES
·
PERDA
Rumusan
Politik Hukum Nasional dapat ditemui dalam UUD 1945,TAP MPR dan UU.
2. Penyelenggara Negara dan Mekanisme Perumusan
Politik Hukum Nasional.
Dengan merujuk pada UUD 1945 yang telah
mengalami perubahan sebanyak 4 kali, lembaga-lembaga Negara yang memrumuskan
Politik Hukum Nasional adalah.
a. Majelis Permusyawarahan Rakyat
b. Dewan Perwakilan R.akyat.
C.
Karakteristik Politik Hukum Nasional
Karakteristik yang dimaksud dalam makalah
ini adalah kebijakan atau arah yang dituju oleh Politik Hukum Nasional dalam
masalah pembangunan politik hukum nasional sebagai bentuk dari kristalisasi
kehendak-kehendak rakyat.Untuk itu kita perlu melihat kembali rumusan politik hukum
nasional yang terdapat dalam GBHN. Pada
butir kedua TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara,
tentang Arah kebijakan Hukum terdapat:
Menata Sistem hukum nasional yang menyeluruh
dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan adat serta
memperbaharui perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang
deskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaian sesuai denga
tuntutan reformasi melalui program legislasi.
Dari
kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik:
1. Sistem Hukum nasional yang dibentuk hendaknya
bersifat menyeluruh dan terpadu;
2. Sistem Hukum Nasional yang dibentuk tetap
mengakui dan menghormati eksistensi hukum agama dan hukum adat.
3. Melakukan perbaharuan terhadap warisan hukum colonial
dan hukum nasional yang deskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.
1. Pluralisme
Sebelum bericara tentang Politik Hukum
Pluralisme di Indonesia sebaiknya diketahui bahwa kajian tentang Pluralisme hukum biasanya masuk kedalam
disiplin antropologi hukum.Pada umumnya pemikiran mengenai adanya kenyataan
pluralism hukum dimunculkan sebagai tanggapan terhadap adanya paham
sentaralisasi hukum yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa law is and should
be the law of the state, uniform for all persons, exclusive af all other law,
and administered by a single set of state institusions. Dalam kasus ini di
Indonesia konsep ini meminjam ungkapan galanter – legal centralism tergambar
dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan Desa. Dalam Undang-Undang
tersebut, terdapat kehendak untuk menjawakan (jawanisasi) seluruh desa diindonesia.
Sependapat dengan galanter, kami melihat fonomena legal sentralism itu
mempunyai kelemahan yang paling mendasar sebagaimana telah banyak terbukti dari
banyak kasus adalah menyempitnya akses –akses pada keadilan.
Griffith menambahkan, pluralisme hukum dan
sentralisme hukum merupakan dua kutub yang secara tegas saling berhadapan.
Sedangkan knsepsi hukum menurutnya adalah adanya lebih dari satu tatanan hukum
dalam suatu area social. Berbeda dengan graffith yang melihat hukum Negara dan hukum
lain sebagai suatu yang bertentangan secara diametral. Sulistyowati irianto
melihatya tidak demikian. Baik hukum negara maupun hukum kebiasaan atau hukum
agama, mengutip Hooker (1975) akan saling berinteraksi dan saling menciptakan
keseimbangan social yang diharapkan. Bahwa demikian hokum Negara akan makin
dominan, sebenarnya itu hanya sebatas wewenang nya untuk memberikan batas
apakah hukum adat masyarakat tertentu dapat diberlakukan kepada masyarakat
lain. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia saat ini menganut hukum
pluralism.
Bukti nyata dari adanya pluralisme dalam
politik hukum nasional adalah pernyataan pada butir kedua TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara tentang arah Kebijakan Hukum yaitu:
Menata sisitem hukum nasional yang
menyeluruh dan terpadi dengan menghormati dan mengakui hukum agama dan hukum
adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan colonial dan hokum nasional
yang deslkriminatif termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuainnya dengan
tuntutan reformasi melalui program legislasi
.
2. Kodifikasi
Kodifikasi atau komplasi adalah pemubukuan
bahan-bahan hukum secara lengkap dan tuntas dalam buku hukum.dalam konteks
pembangunan system hukum nasional wacana tentang kodifikasi tidak bias
dilepaskan dari unifkasi yaitu suatu upaya pemberlakuan suatu hukum untuk
seluruh warga Negara .
Adapun pembahasan mengenai unifikasi dan
kodifikasi kami tidak akan jelaskan secara terperinci karena ini bukan pokok
bahasan dari kelompok kami, dan hal ini akan dibahas lebih lanjut oleh kelompok
5 dan 6.
keren dan bermanfaat , tambah wawasan kunjungi juga Buku: Perkembangan Hukum Tata Negara
BalasHapus