Kamis, 28 Juni 2012

Politik Hukum Nasional



BAB II
PEMBAHASAN
                                            
A. Pengertian dan Tujuan politik Hukum Nasional
Politik Hukum nasional
            Semenjak  Proklamasi  Kemerdekaan pembinaan hukum Nasional haruslah berlandaskan falsafah negara Pancasila. Namun demikian, selama lebih dari seperempat abad lamanya dalam Negara Indonesia belum ditegaskan tentang suatu politik hukum nasional seperti pada masa Hindia Belanda dahulu. Baru tahun 1973 ditetapkan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang garis-garis besar haluan negara, yang didalamnya secara resmi digariskan politik hukum nasional Indonesia tersebut.
            Dalam Ketetapam MPR No. IV/MPR/1973 tersebut, politik hukum Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
1.      Pembangunan dibidang hukum dalam  Negara Hukum Indonesia adalah berdasar atas landasan Sumber Tertib Hukum yaitu cita-cita yang terkandung dalam pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang luhur meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia yang didapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.      Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang ke arah modrenisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan kearah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan dengan:
a.       Peningkatan dan penyempurnaan pembinaa Hukum Nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalam memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat.
b.      Menertibka fungsi Lembaga-Lembaga Hukum menurut  proporsinya masing-masing.
c.        Peningkatan kemampuan dan kewajiban-kewajiban penegak-penegak hukum.
3.      Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakkan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan mertabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang 1945.

Perumusan Politik Hukum Indonesia tersebut dalam  Garis-garis Besar haluan negara adalah singkat sekali, namun cukup padat, jika ia dilaksanakan dengan baik dapatlah kita mengejar ketertinggalan  dalam bidang pembinaan  da penegakkan hukum di Indonesia. Dalam politik hukum tersebut perlu dicatat hal-hal berikut:
  1. Kepala Pemerintah danDPR debebani tugas modernisasi,kodifikasi, dan unifikasi dalam bidang –bidang tertentu;
  2. Dalam bidang institusional dikehendaki adanya penertiban fungsi Lembaga-Lembaga Hukum; menetapkan dan mengatur wewenang masing-masing aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim serta pembela/advokat, agar tak terdapat kesimpangsiuran.
  3. Dalam bidang keterampilan perlu diadakan peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum; untuk itu perlu peningkatan mutu pendidikan/ilmiah dalam bidang pengetahuan hukum, serta pembinaan mental pada penegak hukum untuk penciptaan kewibawaan mereka sendiri.



1.Pengertian Politik Hukum Nasional
Politik hukum adalah “ Kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai  yang berlaku dimasyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
Adapun kata nasional itu sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya politik hukum itu. Dalam hal ini yang dimaksud  adalah wilayah yang tercakup dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia.Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan Politik meliputi Hukum Nasional di sini adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara(Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku,yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku  dimasyarakat untuk mencapai tujuan Negara ( Republik Indonesia) yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang ditekankan dalam Politik Hukum Nasional yaitu:
  1.  Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak;
  2. Penyelenggara Negara pembentuk kebijakan dasar tersebut;
  3. Meteri hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah berlaku;
  4. Proses pembentukan hukum;
  5. Tujuan Politik Hukum Nasional.

1.   Tujuan Politik Hukum Nasional
Politik Hukum Nasional dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan cita-cita ideal Negara Republik Indonesia. Tujuan ini meliputi dua aspek yang meliputi dua aspek yan saling berkaitan:
  1. Sebagai suatu alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk  menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki;
  2.  Sistem Hukum Nasional akan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.
a.     Sistem Hukum Nasional
            Sistem Hukum Nasional terbentuk dari dua istilah, sistem dan Hukum Nasional. Sistem diadaptasi dari bahasa Yunani Sytema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian atau hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur . Dalam bahasa inggris system mengandung arti susunan atau jaringan.Dimana bila dikaitkan adalah sekelompok atau bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bersama-sama untuk melakukan suatu maksud, seperti system urat syaraf dalam tubuh; Sistem Pemerintahan.
            Adapun Hukum Nasional adalah  Hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada landasan ideologi dan konstitusional Negara, yaitu pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun diatas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri. Sehubungan dengan itu, Hukum Nasional  sebenarnya tidak lain adalah Sistem Hukum yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang sekarang . dengan kata lain Hukum Nasional merupakan sistem hukum yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia yang berjangkauan Nasional, yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh batas-batas nasional Negara Indonesia.
            Sistem Hukum nasional adalah sebuah sistem hukum ( meliputi materil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berlaku diseluruh Indonesia . Sistem Hukum Nasional selain dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dapat juga bersumber dari hukum lain asal tidak bertentangan dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Dengan pendekatan seperti ini kita tetap mempertahankan identitas hukum nasional dan secara bersamaan mengakomodasi budaya hukum lain yang baik, dan diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan system hukum nasional itu sendiri.
            Dalam hal ini Arief Sidharta mengusulkan, tatanan Hukum Nasional Indonesia harus mengandung ciri:
  1. Berwawasan kebangsaan dan nusantara;
  2. Mampu mengakomodasikan kesadaran hukum kelompok etnis kedaerahan dan keyakinan keagamaan;
  3. Sejauh mengkin berbentuk tertulis dan terunifikasi;
  4. Bersifat rasional yang mencakup rasionalitas efisiensi, rasionalitas kewajaran, rasionalitas kaidah, dan rasionalitas nilai;
  5. Aturan procedural yang menjamin transparasi, yang memungkinkan kajian rasional terhadap pengambilan putusan atau pemerintah;
  6. Responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspesktasi masuarakat.
Senada usulan diatas adalah hasil seminar tentang hukum nasional di Fakultas Hukum nasional merekomendasikan bahwa hokum nasional yang sedang dibangun haruslah:
  1. Berlandaskan Pancasila (filosofis) dan UUD 1945 ( konstutisional);
  2.  Berfungsi mengayomi, menciptakan keetertiban social, mendukung pelaksanaan pembangunan, dan mengamankan dari hasil-hasil Hukum pembangunan.
b.Demokratis dan Responsif
      Politik Hukum Nasional mengutip Philippe Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, bertujuan untuk menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional,transparan, demokratis, otonom, dan responsive terhadap perkembangan aspirasi dan ekspetasi masyarakat, bukan sebuah hukum yang bersifat menindas atau ortodoks, dan reduksionistik.
c.    Cita-cita Bangsa Indonesia
     Idealitas Sistem Hukum Nasional itu pada dasarnya adalah dalam rangka membantu terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat atau sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945:
1.   Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.   Memajukan kesejahteraan umum.
3.   Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.   Ikut melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadilan social.

B. Aspek- Aspek Hukum Nasional
            Politik Hukum Nasional merupakan sebagai pedoman dasar bagi seluruh bentuk dan proses perumusan, pembentukan ddan pengembangan hukum ditanah air. Permasalahannya bila Politik Hukum Nasional merupakan dasar bagi segala bentuk dan proses perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum nasional itu harus dirumuskan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat mendasar pula, bahkan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis.
1.      Letak Rumusan Politik Hukum Nasional
Dalam rangka menjelaskan pernyataan ini mau tidak mau kita harus merujuk pada sumber hukum  dan tata urutan peraturan peundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pasal  2 TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata peraturan perundang-undangan, disebutkan bahwa tata peraturan perundang-undangan yang berlaku secara hiararkis di Indonesia adalah:
·         UUD 1945
·         TAP MPR
·         UU
·         PERPU
·         PP
·         KEPRES
·         PERDA
            Rumusan Politik Hukum Nasional dapat ditemui dalam UUD 1945,TAP MPR dan UU.

2.      Penyelenggara Negara dan Mekanisme Perumusan Politik Hukum Nasional.
            Dengan merujuk pada UUD 1945 yang telah mengalami perubahan sebanyak 4 kali, lembaga-lembaga Negara yang memrumuskan Politik Hukum Nasional adalah.
a.       Majelis Permusyawarahan Rakyat
b.      Dewan Perwakilan R.akyat.

C. Karakteristik Politik Hukum Nasional
            Karakteristik yang dimaksud dalam makalah ini adalah kebijakan atau arah yang dituju oleh Politik Hukum Nasional dalam masalah pembangunan politik hukum nasional sebagai bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat.Untuk itu kita perlu melihat kembali rumusan politik hukum  nasional yang terdapat dalam GBHN. Pada butir kedua TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, tentang Arah kebijakan Hukum terdapat:
      Menata Sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang deskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaian sesuai denga tuntutan reformasi melalui program legislasi.
      Dari kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik:
1.      Sistem Hukum nasional yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu;
2.      Sistem Hukum Nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum agama dan hukum adat.
3.      Melakukan perbaharuan terhadap warisan hukum colonial dan hukum nasional yang deskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.

1.      Pluralisme
            Sebelum bericara tentang Politik Hukum Pluralisme di Indonesia sebaiknya diketahui bahwa kajian tentang  Pluralisme hukum biasanya masuk kedalam disiplin antropologi hukum.Pada umumnya pemikiran mengenai adanya kenyataan pluralism hukum dimunculkan sebagai tanggapan terhadap adanya paham sentaralisasi hukum yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa law is and should be the law of the state, uniform for all persons, exclusive af all other law, and administered by a single set of state institusions. Dalam kasus ini di Indonesia konsep ini meminjam ungkapan galanter – legal centralism tergambar dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan Desa. Dalam Undang-Undang tersebut, terdapat kehendak untuk menjawakan (jawanisasi) seluruh desa diindonesia. Sependapat dengan galanter, kami melihat fonomena legal sentralism itu mempunyai kelemahan yang paling mendasar sebagaimana telah banyak terbukti dari banyak kasus adalah menyempitnya akses –akses pada keadilan.
            Griffith menambahkan, pluralisme hukum dan sentralisme hukum merupakan dua kutub yang secara tegas saling berhadapan. Sedangkan knsepsi hukum menurutnya adalah adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu area social. Berbeda dengan graffith yang melihat hukum Negara dan hukum lain sebagai suatu yang bertentangan secara diametral. Sulistyowati irianto melihatya tidak demikian. Baik hukum negara maupun hukum kebiasaan atau hukum agama, mengutip Hooker (1975) akan saling berinteraksi dan saling menciptakan keseimbangan social yang diharapkan. Bahwa demikian hokum Negara akan makin dominan, sebenarnya itu hanya sebatas wewenang nya untuk memberikan batas apakah hukum adat masyarakat tertentu dapat diberlakukan kepada masyarakat lain. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia saat ini menganut hukum pluralism.
            Bukti nyata dari adanya pluralisme dalam politik hukum nasional adalah pernyataan pada butir kedua  TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tentang arah Kebijakan Hukum yaitu:
      Menata sisitem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadi dengan menghormati dan mengakui hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan colonial dan hokum nasional yang deslkriminatif termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuainnya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi
.
2.      Kodifikasi
            Kodifikasi atau komplasi adalah pemubukuan bahan-bahan hukum secara lengkap dan tuntas dalam buku hukum.dalam konteks pembangunan system hukum nasional wacana tentang kodifikasi tidak bias dilepaskan dari unifkasi yaitu suatu upaya pemberlakuan suatu hukum untuk seluruh warga Negara .
            Adapun pembahasan mengenai unifikasi dan kodifikasi kami tidak akan jelaskan secara terperinci karena ini bukan pokok bahasan dari kelompok kami, dan hal ini akan dibahas lebih lanjut oleh kelompok 5 dan 6.
     


1 komentar: